Home

Rabu, 10 September 2014

Filled Under:

Perilaku Seksual Normal dan Abnormal

MAKALAH
Perilaku Seksual Normal dan Abnormal



Disusun Oleh:
Indah Puspa Pratiwi
Rima Wulandari
M. Haryadi
Ispan
Ziarah





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ijin dan kuasa-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
      Makalah ini memuat rangkuman materi “Penyebab Abnormalitas, Perilaku Seksual Normal dan Abnormal, dan Bentuk Perilaku Seksual Abnormal”, kami berharap makalah ini dapat menjadi pendamping dan pembelajaran khusus nya bagi kami dan umumnya pembaca.
      Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Keperawatan
      Kami menyadari pembuatan makalah ini belum sempurna, masih banyak kekurangannya baik segi teknis maupun materinya. Karena itu tegur sapa dari pembimbing dan para pembaca selalu kami harapkan. Namun, semoga dengan diawalinya dengan kekurangan ini, mudah-mudahan menjadi pendorong bagi penulis untuk lebih mengembangkan lagi dan dapat memperbaiki segala kekurangannya.




Sukabumi, September 2013


Penulis



Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...............................................................................            i
DAFTAR ISI ...............................................................................................           ii

BAB I . PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...........................................................................           1
B.     Rumusan Masalah......................................................................           2
C.     Tujuan........................................................................................           2

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................ ....              

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................            













BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis berawal dari pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab tingkah laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat dengan perkembangan di abad ke-19 khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum.
Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai terganggunya fungsi otak akibat pengaruh fisik atau kimiawi dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah laku. Akan tetapi kita harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan tingkah laku abnormal, dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi sel saraf atau neuron untuk mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke neuron berikutnya dengan menggunakan zat kimia yang disebut neurotransmiter. Dengan ketidakseimbangan bio kimia otak inilah yang mendasari perspektif biologis munculnya tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi otak sudut pandang biologis juga memandang bahwa beberapa tingkah laku abnormal ditentukan oleh gen yang diturunkan.
Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity. Perilaku abnormal merupakan suatu istilah yang terutama banyak berkembang di Amerika Serikat, yang timbul karena masyarakat negara tersebut lebih berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya pemikiran pada mahzab perilaku (behaviorisme).
Perilaku abnormal merupakan tampilan dari kepribadian seseorang, dan tampilan luar atau tampilan atas kedua-duanya. Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola peilaku yang lebih mendalam, misalnya skizofren. Perilaku abnormal juga merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer, seperti intoksinasi (peracunan obat-obatan), terutama narkoba yang kesemuanya itu diakibatkan dari gaya hidup seseorang.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian abnormalitas?
2.      Sebutkan penyebab terjadinya abnormalitas!
3.      Apakah perbedaan perilaku seksual normal dengan abnormal?
4.      Sebutkan bentuk perilaku seksual abnormal!
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian abnormalitas dan penyebabnya
2.      Dapat membedakan perilaku seksual normal dan abnormal
3.      Dapat menyebutkan bentuk perilaku seksual abnormal














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Perilaku Abnormal
Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental = dikenal sebagai nervous breakdown (get mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat, konsep perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu itu. Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan supranatural atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia dari Zaman Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang muncul adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari roh-roh jahat.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu.

Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin meningkat pengaruhnya dan pada akhirnya mendominasi pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang penguasaan oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan suatu tanda kerasukan oleh roh jahat atau iblis. Rupanya, hal seperti ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di daerah pedalaman. Kita pernah saksikan tayangan televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu dirantai kakinya karena dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu didiami oleh roh jahat, maka mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya. Dia diberi minum air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad pertengahan berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal.
Masyarakat secara luas mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial.



Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya

a.    Perspektif biologis
Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.

b.    Perspektif psikologis
Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal.

c.    Perspektif sosiokultural
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gayahidup,dansebagainya.

d.   Perspektif biopsikososial
Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.


2.2  kriteria perilaku abnormal
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain:
Perilaku pribadi abnormal adalah peribadi yang menyimpang jauh dari perilaku pribadi normal. Dapat juga diartikan bahwa pribadi abnormal bila berada jauh  berbeda dari keadaan integrasi ideal.
            Menurut atkinson R.L dkk perilaku abnormal dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
a.             Statistik Prilaku abnormal adalah yasng secara statistik jarang atau menyimpang dari normal.
b.            Maladaptif prilaku abnormal jika bersifat maladaptif dan memeiliki pengaruh buruk pada individu atau masyarakat.
c.             Menyimpang dari norma sosial Prilaku yang menyimpangs secara jelas dari standar atau norma dalam masyarakat.
d. Distres pribadi Adanya perasaan disters sunjektif individual
a.       Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
1.      Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva.
2.      Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dsb.
3.      Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.
4.      Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.

b.      Kriteria Normal
Banyak ditentukan oleh norma-norma yng berlaku di masyarakat,ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.

Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an, homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi dianggap abnormal.

2.3  Faktor penyebab perilaku abnormal
Penyebab Abnormalitas
            Penyebab yang mendasari seseorang abnormal menurut Kartini Kartono (1989) sebagai berikut:
a)      Faktor keturunan (hereditas)
·         Idiopathy (penyakit yang timbul dari dalam organ tubuh)
·         Psikosis (penyakit mental yang parah)
·         Neurosis (penyakit saraf)
·         Ideocy (ketidak sempurnaan mental pada tingkat rendah)
·         Psikosis sifilitik
b)   Faktor sebelum lahir (pranatal)
·         Kekurangan nutrisi
·         Infeksi
·         Luka
·         Keracunan
·         Menderita penyakit
·         Menderita psikosis
·         Trauma pada kandungan
c)   Faktor ketika lahir (natal)
·         Kelahiran dengan tang (tangverlossing)
·         Asphixia (kekurangan O2 dalam udara pernafasan)
·         Prematurity (lahir sebelum waktunya)
·         Primogeniture (primipara = wanita yang hamil sekai dan melahirkan anak pertama)
c)      Faktor setelah lahir (pascanatal)
·         Pengalaman traumatik
·         Kejang atau stuip
·         Infeksi pada otak atau selaput otak
·         Kekurangan nutrisi
·         Faktor psikologis

Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut                :
1.      Penyebab Primer ( Primary Cause )
            Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
3.      Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut
4.      Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
            Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
5.      Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
                 Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu            :
1. Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
2. Faktor – faktor psikososial
a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
b. Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya      :1. Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, 2. Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d. Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
1)   Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari. Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
2) Keluarga yang antisosial Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah
4) Keluarga yang tidak utuh. Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.

e. Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
2) Konflik nilai
3) Tekanan kehidupan modern
3. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
b. Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll
2.4  Perilaku seksual normal dan abnormal
Menurut Freud, salah satu faktor yang mendorong manusia berperilaku adalah energi psikis berupa libido seksual (libido = dorongan hidup, mafsu erotis). Energi psikis bukan saja menimbulkan menimbulkan perilku di bidang seks, berupa relasi seksual (hubungan seksual), tetapi juga perilaku nonseksual.
 Relasi seksual secara normal adalah mekanisme manusia yang vital untuk meneruskan keturunan dan menjaga agar manusia tidak punah. Seks dapat merupakan hubungan sosial yang biasa dilakukan oleh pria maupun wanita, tetapi dapat juga menimbulkan relasi seksual yang sifatnya erosi. Pada relasi sekssual yang normal kedua belah pihak menghayati bentuk kenikmatan dan puncak kenikmatan seksual (organisme).
Bentuk relasi seksual yamg heteroseksual apabila dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, dan homoseksual apabila dilakukan oleh kedua kelamin yang sama. Namun rellasi homoseksual biasanya dipakai untuk menyebut hubungan sesama jenis laki-laki dan untuk wanita dengan wanita disebut lesbian. Untuk menjaga hal-hal yangh bertentangan dengan norma dan moral diharapkan laki-laki dan wanita dewasa maupun melaksanakan maupun melaksanakan relasi seksual yang adekuat, artinya mampu melakukan relasi seksual yang normal dan bertanggung jawab.
Sebelum dibicarakan lebih lanjut tentang abnormalitas seksual, akan disinggung terlebih dahulu tentang istilah normal dan abnormal yang terkait dengan prilaku pribadi.
a.       Normal diartikan sebagai keadaan sehat atau tidak patologik dalam hal fungsi keseluruhan (Maramis, 1999).
b.      “Perilaku yang normal adalah perilaku yang adekuat (serasi dan tepat), yang bisa di terima oleh masyarakat pada umumnya “ (Kartini Kartono, 1989).
c.       “Perilaku pribadi normal ialah sikap hidup sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat ia berada sehingga tercapai satu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan” (Kartini Kartono, 1989).

1. Pribadi normal
Kriteria Pribadi Normal
Menurut Gunarsa S.D. dan Ny. Gunarsa S.D. (1989) yang mengutip pendapat A.H. Maslow S., Bela, dan Mittlemann bahwa kriteria pribadi yang normal sebagai berikut.
a.       Perasaan aman yang adekuat.
b.      Memiliki penilaian diri dan wawasan yang rasional.
c.       Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang adekuat.
d.      Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien.
e.       Memilki dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat, serta mempunyai kemampuan untuk memenuhi dan memuaskannya.
f.       Mempunyai pengetahuan diri yang adekuat.
g.      Mempunyai tujuan hidup yang adekuat.
h.      Mampu belajar dari pengalaman hidupnya.
i.        Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntunan dan kebutuhan kelompok.
j.        Emansipasi yang pantas dan sehat dari kelompok dan kebudayaan.
k.      Memilki integritas dan konsistensi kepribadian.
Menurut Atkinson R.L. dkk. Menetapkan 6 kriteria normalitas, yaitu :
a.       Persepsi dan realitas yang efesien Individu dalam menilai reaksi dan kemampuan mengintepretasikan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya secara realistik
b.      Mengenali diri sendiri Individu yang mampu melakukan penyesuaian, memiliki kesadaran, perasaan, dan motif secara baik.
c.       Kemampuan mengendalkanperilaku secara sadar Kepercayaan atas kemampuan diri individu untuk mengendalikan perilakunya.
d.      Harga dirinya dan penerimaan Kemampuan menyesuaikan diri, mampu menilaiharga dirinya sendiri, dan merasa diterima orang lain.
e.       Kemampuan membentuk ikatan kasih Mampu menjalin hubungan yang erat dan harmonis dengan orang lain.
f.       Produktivitas Mampu menyesuaikan diri dan menyalurkan kemampuan dengan baik ke aktivitas produktif.
Prilaku Seksual Normal
            Perilaku seksual ini dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntunan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri, atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan keperibadiannya menjadi lebih baik (Maramis, 1999). Pendapat Kartini Kartono (1989), yang dimaksud perilaku seksual yang normal mengandung pengertian sebagai berikut.
a)      Gangguan kemampuan seksual, termasuk dalam kelompok ini adalah impotensi, ejakulasi pradini, frigiditas, disparenia, dan vaginismus, serta hipo dan hiper seksual.
b)      Deviasi seksual (penyimpangan seksual) termasuk dalam kelompok ini adalah homoseksualitas dan lesbianisme, fetisisme, pedofilia, transfestitisme, exhibisionism, voyeurism, sadisme dan masokisme, serta transeksualisme.


2. pribadi abnormal
.       Keriteria Pribadi Abnormal
            
Menurut Kartini Kartono (1989), abnormalitas seksual dibedakan menjadi:
a)      Abnormalitas seks yang disebabkan oleh dorongan seksual yang abnormal. Termasuk dalam kelompok ini adalah prostitusi, promoskuitas, adultery (perzinahan), sedukasi, frigiditas, impotensi, ejakulasi dini/prematur/ precock,copulatory impotency dan phsykogenic aspermia, nimfomania, satiriasis, vaginismus, dispareuni, anorgasme, dan kesukaran hubungan seksual yang pertama.
b)      Abnormalitas seks yang disebabkan adanya partner seks yang abnormal. Termasuk dalam kelompok ini adalah homoseksualitas (oral erotisme, analerotisme, dan interfemoral hubungan seksual), lesbianisme, bestiality, zoofilia, nekrofilia, pornografi, dan obscenity, pedofilia, fetisisme, frottahe, gerontoseksualitas, incest, saliromania, wifeswiping, misofilia, koprofilia, dan urofilia.
c)      Abnormalitas seks dengan cara-cara abnormal dalam pemuasan dorongan seksual. Termasuk dalam kelomok ini adalah onani dan masturbasi, sadisme, masokisme dan sadomasokisme, voyeurism, exhibisionism sexual, skoptofilia, tranfestitisme, transeksualisme, troilism, atau triolisme.
Menurut Sulistio (1977), human sexual inedaquacy dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:
a)      Cara-cara yang abnormal dalam pemuasan keinginan seks. Tremasuk dalam kelompok ini adalah sadisme, masokisme, exhibitionism, scoptophilia, voyeurism, troilism, atau triolisme, transvestisme, transseksualisme, sexualoralism, sodomi, atau seksual analism.
b)      Partner seksual yang abnormal (manusia atau obyek lain). Termasuk dalam kelompok ini adalah homoseksualitas, pedofilia, pornografi,obscenity, fetisisme, frottage, incest, saliromania, gerontoseksualitas, wifwswapping, misofilia, koprofilia, dan urofilia, koprofilia, serta masturbasi.
c)      Abnormal degree of desire and strength of sexual drive. Termasuk dalam kelompok ini adalah anorgasme, dispareunia, vaginisme, kesukaran hubungan seks pertama, frigiditas, impotensi, ejakulasi prematur, nimfomania, satiriasis, promiscuity, dan prostitusi, perkosaan, seduction, dan adultery.



2.5  Bentuk Perilaku Seksual Abnormal

Transvestism dan Transsexualism
Dua pola seksualitas yang lebih unggul ini seringkali membingungkan karena mereka melibatkan berpakaian dengan pakaian seks lainnya. Tetapi mereka memiliki sedikit kesamaan yanglain bahwa ini  tidak akan membahayakan bagi siapapunTransvestism (banci) seringkali mengacu padaberpakaiandengan pakaiandari jenis kelamin lain. Transvestismsering menyatakan bahwa mereka berganti pakaian karena secara seksual akan merangsang tetapi sebagian diantara mereka menyatakan bahwa berganti pakaian membebaskan mereka dari stereotipe seksual. Transvestismselalu  merupakan laki-laki yang relatif  mengalami penyesuaian dengan kehidupan seksualnya.
Transeksualism pada sisi lain mengacu kepada kondisi dimana seseorang merasa terperangkap dalam tubuh seks yang salah. Misalnya, seseorang yang secara anatomi laki-laki merasa bahwa dia sesungguhnya adalah wanita yang telah diberi tubuh yang salah. Transeksual ini tentu kadangkala  atausecara permanen berpakaian dengan pakaian  jenis kelamin lainnya,tetapi pakaian seperti ini tidak berkaitan dengan gairah seksual.  Individual ini merasa bahwa mereka berpakaian dengan pakaian jenis kelamin yang sesuai atau sudah benar.Dalam beberapa keadan, individu ini akan mengalami suntikan hormon dan juga bedah plastik untuk merubah organ seks mereka dengan seks yang diharapkan.  Contoh dari dokter Richard Raskin yang tahun 1975 mengalami operasi pertukaran seksual karena dia merasa seperti seorang wanita yang terjebak di dalam tubuh seorang laki-laki. Setelah operasi, dia mengambil nama Renee Richards dan menjadi pemain tenis perempuan profesional.
Perubahan jenis kelamin dari laki-laki ke perempuan  dalam sebuah operasi adalah hal yang lebih umum dibandingkan dengan yang sebaliknya, kemungkinan karena secara bedah penis yang ada dapat dikurangi dari pada pembedahan vagina yang sudah terbentuk.
Klinik penggantian jenis kelamin di Johns Hopkins Medical Center menghentikan operasi penggantian jenis kelamin selama 1970-an karena studi lanjutan memperlihatkan bahwa pasien mereka tidak merasa bahagia dengan kehidupan mereka setelah pembedahan dibandingkandengan sebelumnya. Penelitian lanjutandari pasien dari pusat lainnya memperlihatkan bahwa pasien umumnya bahagia dengan tubuh baru mereka bila dipilih dengan tepat untuk pembedahan dan mengkonsultasikan apa yang diharapkan dari operasi itu.
Meskipun banyak yang mengatakan bahwa tranvestism dan transsexualism normal pada keadaan kebanyakan tetapi praktek ini dapat dikatakan abnormal ketika prilaku ini sudah membahayakan baik untuk diri si pelaku sendiri dan orang lain.

            Fetishism
Fetishism mengacu padafakta bahwabeberapa individuyangterutama terangsang olehbenda-benda fisiktertentu atau jenisbahan(seperti kulit ataurenda). Pada beberapa kasus, fetish hanya merupakan orang-orang yang memiliki ketertarikan normal secara berlebihan terhadap bagian-bagian tubuh yang spesifik. Misalnya, beberapa orang yang hanya digairahkan oleh payudara, bokong, mata biru dsb. Tetapi istilah fetish umumnya untuk kasusyang melibatkan benda-benda mati, seperti celana, sepatu atau stocking. Seorang fetish dikatakan abnormal jika mengganggu penyesuaian seksual dari orang tersebut atau dari pasangannya. Seringkali, fetihist (umumnya laki-laki) digairahkan hanya oleh benda yang digunakan dan secara seksual digairahkan oleh tindakan pencurian dari wanita yang tidak diketahui.Karena ini bisamenakutkan bagikorbandanberbahaya dan ilegal, fetihsism yang dianggap tidak normal ketika dipraktekkan dalam cara seperti ini.
Sexual Sadism dan Masochism
Sexual sadism adalah praktek menerima kenikmatan seksual dengan memberikan atau menimbulkan beban rasa sakit pada orang lain. Masochism adalah kondisi di mana penerimaan rasa sakit adalah sesuatu yang menggairahkansecara seksual. Kadangkala pelecehan verbal adalah substitusi untuk rasa sakit fisik. Hampir 5 – 10 persen dari laki-laki dan wanita menemukan adanya pemberian atau menerima rasa sakit sebagai hal yang menggairahkan secara seksual tapi ini merupakan metode yang disukai oleh sangat sedikit orang. Banyak individu yang mempraktekkan sadism dan masochism, atau S&M, yang dilakukan dengan berbagai pasangan yang selalu menikmati praktek dan mereka tidak mengabaikan rasa sakit yang lebih parah, misalnya tamparan ringan, mencubit dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, sexual sadism dan masochism mungkin dianggap normal jika perawatan dilakukan untuk menghindari rasa sakit berlebihan karena kecelakaan dan partner benar-benar bersedia dan mau untuk melakukan praktek tersebut. Praktek sadism dam masochism dikatakan abnormal ketika melibatkan partner yang dipaksa dan tidak menginginkan kegiatan tersebut dan menyebabkan rasa sakit yang intense. Ada juga dalam kasus yang pernah terjadi namun jarang, dimana pelaku sadism membunuh bahkan memutilasi korbannya untuk mendapat kesenangan.


Voyeurism dan ekshibisionism
Voyeurism adalah praktek mendapatkan kenikmatan seksual dengan melihat bagian-bagian tubuh lawan jenisnya atau terlibat dalam kegiatan seksual.  Voyeur atau kelainan seksual ini biasanya mendapatkan gairahnya hanya ketika seseorang yang melihat mereka tidak menyadari keberadaan mereka dan ketika ada unsure dari bahaya yang akan dilibatkan.
Mereka tidak lebih terangsang daripada kebanyakan orang ketika berada di sebuah perkemahan yang di mana semua anggota perkemahannya telanjang, tetapi mereka menjadi sangat bersemangat ketika mengintip ke jendela (Tollison & Adams,1979). Karena mereka sering menakut-nakuti seseorang yang mereka lihat, dan karena aktivitas ini bersifat illegal, maka voyeurism ini dianggap sebagai sebuah kelainan yang tidak normal. Voyeur biasanya laki-laki heteroseksual yang mengalami gangguan dalam membangun hubungan seksual normal.Beberapa voyeurs melakukan pemerkosaan dan yang lainnya melakukan kejahatan serius tetapi tidak mengalami bahaya secara fisik.
Mereka yang mempraktekkan ekshibisionsim mendapatkan kenikmatan seksual dari memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain. Semua yang mengalami kelainan ini adalah laki-laki heteroseksual dan yang secara khusus menikah tetapi yang merasa malu dan mengalami hambatan kehidupanseksual. Mereka umumnya ingin membuat korbannya shock tetapi jarang membahayakan dengan cara lain. Karena perilaku ini illegal dan menakutkan, maka ekshibisionsim dianggap tidak normal.
Forced sex
Beberapa bentuk perilaku seksual yang menyimpang dianggap tidak normal karena mereka melibatkan ancaman atau mengandung paksaan bagikorbannya. Tindakan ini termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual anak, perbuatan berzinah dan juga kekerasan seksual.
a.      Pemerkosaan
Dalam pemerkosaan, kekuatan atau pemaksaan orang lain untuk melakukan perbuatan seksual. Pada sebagian besar kasus, pemerkosa adalah laki-laki dan korbannya adalah perempuan – wanita diperkosa setiap 6 menit di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, 22 persen wanita dewasa dan 2 persen laki-laki dewasa terlibat dalam pemaksaan seksual setidaknya sejak usia 13 tahun. Persentase wanita yang diperkosa adalah sama pada setiap kelompok umur berbeda, kelompok etnis, tempat tinggal (kota, pinggiran atau pedesaan), tingkat pendidikan dan kelompok perkawinan. Ketika wanita diperkosa, selalu dilakukan oleh mereka yang telah dikenal (22 persen), seseorang yang jatuh cinta (46 persen) atau suami lain (9 persen).
Akibat pemerkosaan itu adalah trauma. Korban pemerkosaan tidak dapat secara variabel merasakan bahwa seluruh kehidupan mereka telah berubah akibat penyerangan. Banyak korban pemerkosaan mengalami gangguan mental,seringkali merujuk padasindrome trauma pemerkosaan, ditandai oleh perasaan kegelisahandan depresi termasuk gangguan tidur,  hubungan dan fungsi sehari-hari. Namun, sebagian mitos di dalam budaya Barat mengacu pada korban pemerkosaan. Mitos ini cenderung menempatkan tanggung jawab perkosaan pada korban sementara  menyatakan pelanggarnya bertanggung jawab  secara pribadi pada pemerkosaan.
Tidak ada profil psikologi untuk pelanggar seksual. Dalam hal ini, bila salah satu mencirikan pemerkosa adalah mereka bersifat heterogen dan tidak dapat ditandai oleh generalitas. Teori pemerkosaan juga telah menekankan bahwa mereka yang memperkosa didorong oleh hasrat agresif dan kebutuhan untuk berbagai dominasi oleh keinginan seksual. Beberapa pemerkosa akan memperkosa sejumlah wanita sebelum mereka  ditahan.
Korbannya seringkali ragu-ragu melaporkan pemerkosaan karena proses kesaksian terhadap pemerkosa seringkali tidak menyenangkan oleh pejabat yang meneliti dan para pembela atau kuasa hukum korban. Untuk alasan itu, banyak masyarakat yang membentuk crisis center pemerkosaan yang memberikan bantuan dan dukungan kepada korban melalui pelaporan, penelitian dan proses penuntutan. Crisis center pemerkosaan ini memberikan bimbingan kepada korban  pemerkosaan untuk membantu mereka menyesuaikan diri setelah menjadi korban.

Mitos
Wanita yang pergi ke rumah seorang laki-laki pada hari pertama menyatakan bahwa dia ingin berhubungan seksual
Salah satu alasan wanita tidak melaporkan pemerkosaan adalah bahwa mereka membutuhkan perhatian bagi diri mereka sendiri
Beberapa wanita sehat dapat menahan pemerkosa bila dia ingin melanjutkannya
Wanita yang pergi  tanpa bra atau memakai pakaian pendek berarti mengundang hal-hal yang tidak diinginkan

Fakta
Seseorang yang pergi ke mana saja tidak menyatakan bahwa dia ingin melakukan sesuatu. Pemerkosa mendistorsi persepsi mereka untuk menyesuaikan dengan keyakinan mereka.
Sangat jarang bagi wanita yang melaporkan pemerkosaan. Melaporkan pemerkosaanya berarti pengalaman traumatik
Pemerkosaan adalah tindakan pelanggaran dan brutal yang  memburuk dengan perlawanan
Tidak ada korban yang diminta diperkosa. Pemerkosa bertangung jawab atas tindakannya

b.   Pelecehan Seksual Anak
Beberapa anak  dieksploitasi secara seksual. Di dalam sebuah survey, 27 persen wanita dan 16 persen laki-laki melaporkan mengalami pelanggaran seksual selama kanak-kanak.  Sebagian statistik menyatakan bahwa sebanyak 40 juta orang di Amerika Serikat menjadi korban seksual pada masa anak-anak. Ada berbagai tipe pelecehan seksual anak. Ketika kontak seksual dilakukan oleh anggota keluarga, pelecehan seksual itu disebut incset. Ketika ada paksaan atau ancaman paksaan, maka perlakuan seksual itu disebut pemerkosan anak. Ketika tidak ada ancaman  paksaan yang jelas, pelecehanseksual anak disebut molestasi anak. Bahkan molestasi anak itu dianggap sebagai bentuk perilaku seksual yang dipaksakan karena anak tidak memberi izindalam cara berperilaku seksual.
Anak  yang mengalami pelanggaran seksual memperlihatkan berbagai rentang emosional dan reaksi perilaku. Bila kontak seksual tidak mengancam kepada anak, seperti dalam eksplorasi seksual oleh anak yang lebih dewasa, maka akan jarang ada pengaruh psikologi untuk anak bila orang tuanya tenang menghadapi kejadian itu dengan kasih sayang dan pemahaman. Ketika pelecehan seksual itu mengganggu si anak, seperti adanya variasi dalam beberapa kasus ketika pelakunya adalah orang dewasa atau ketika ada ancaman pemaksaan, maka efek psikologi terhadap korban akan lebih serius.
Beberapa efek dari pelecehan seksual anak diyakini memiliki jangka panjang. Dalam hal ini, setelah pelecehanseksual anak maka ada kesamaandalam kondisi seksual dalam anak yang cenderung mengalami trauma dan reaksi trauma tersendiri. Anak juga akan bertindaksecara seksual untuk merespon korban, pengalaman dari gangguan personal olehseseorang yang melangar mereka dan merasakan ada sesuatu yang tidakberdaya dan kekurangan kontrol.
Orang dewasa juga terlibat dalam pedofilia, mengalami kenikmatan seksual melalui kontak seksual dengan anak. Mereka umumnya mendapatkan kepercayaan dan menerima korbannya sebelum melibatkan diri dalam perilaku seksual. Itu berarti molester anak dan pemerkosa biasanya diketahui dan diarahkan pada korban anak. Dalam hal ni, pemerkosa adalah tetangga dan anggota keluarga yang mengetahui anak itu sebelum kejadian adalah tetangganya, anggota keluarga atau orang yang mengenal anak sebelum kejadian sampai 90 persen dari kasus. Molester anak  adalah heteroseksual laki-laki dan korban yang biasanya merupakan gadis muda. Dalam beberapa kasus, molester adalah homoseksual laki-laki atau wantia heteroseksual dan korbannya adalah anak laki-laki muda. Secara trais, banyak molester anak yang melanggar ratusan anak sebelum mereka ditangkap. Seperti orang yang memperkosa orang dewasa, laki-laki yang memperkosa atau molest anak cenderung bersifat heterogen dalam kondisi psikologinya.

Sexual Harassment
Sexual harrasement adalah bentuk godaan atau pelecehan seksual. Termasuk di dalamnya permintaan untuk melayani seks,menyentuh bagian yang tidak diinginkan dari kaki, payudara, atau bokong; komentar berbau seksual, dan bentuk lain dari perilaku pemaksaan seksual oleh orang lain. Bentuk-bentuk seperti tatapan yang mengerling atau kedipan dan ucapan tidak senonohyang sering diselipkan oleh laki-laki pada saat menyapa perempuan di jalan yang membuat perempuan merasa tidak nyaman juga merupakan pelecehan seksual. Namun, meskipun kurang umum, laki-laki juga menjadi korban pelecehan seksual di perguruan tinggi dan di tempat kerja.
Salah satu komponen kunci dari pelecehan seksual adalah bahwa hal itu terjadi antara orang dengan perbedaan tingkat kekuasaan, biasanya di sekolah atau tempat kerja.Ada hukum-hukum, peraturan dan kebijakan yang menjamin hak setiap orang untuk bersekolah dan bekerja di lingkungan yang tidak mengancam. Namun hal ini tidak sepenuhnya menjamin. Karena masih adanya ketidakseimbangan dalam kekuasaan (contoh : seorang pegawai perempuan yang digangu oleh atasannya) yang melekat dalam pelecehan seksual, tidak diragukan lagi bahwa sebagian besar kasus pelecehan seksual tidak dilaporkan kepada pihak berwenang. Setiap korban pelecehan seksual menderita dalam arti menjadi kurang nyaman di sekolah atau bekerja. Dalam beberapa kasus, pelecehan seksual dapat memicu tingkat serius dari kecemasan dan depresi.
Gerontoseksulitas
Adalah seseorang yang memperoleh kepuasan seksual dengan pasangan yang sudah berusia lanjut.
Frigiditas
Frigiditas adalah gairah seksual yang dingin atau tidak mengalami orgasme pada saat hubungan seksual pada wanita. Penyebabnya adalah organis, relationship, psikologis.
Disparenia & Vaginismus
Disparenia adalah hubungan seksual yang disertai nyeri (sakit) atau sukar, sedangkan vaginismus ialah kejang otot-otot vagina yang menyakitkan pada waktu hubungan seksual. Penyebabnya adalah factor psikologis.
Homoseksual
Homoseksual adalah ketertarikan melakukan hubungan seksual sesama jenis(pria dengan pria, wanita dengan wanita). Lazimnya wanita dengan wanita disebut Lesbian. Penyebabnya herediter, lingkungan, & hormonal imbalance.
Promiskuitas
Promiskuitas adalah mengadakan hubungan sexs dengan bnyak orang
Nimfomania
Nimfomania ialah keinginan seksual yang luar biasa pada wanita, yang ingin melampiaskan nafsu berulang kali tanpa meliahat akibatnya.

Copulatory Impotency & Psychogenic Aspermia
Copulatory Impotency ialah kemampuan pria untuk mengadakan ereksi, tetapi tiba-tiba penis menjadi lemas sesudah masuk vagina. Psychogenic Aspermia adalah peristiwa tidak keluarnya sperma waktu hubungan sexs.
Satyriasis
Satyriasis adalah keinginan sexs yang tidak kunjung puas, patologis, & luar biasa besarnya pada seorang pria.
Frottage
Frottage ialah mendapatkan kepuasan seksual dengan cara meraba orang yang disenangi, biasanya tanpa diketahui oleh korbanya.
Wifeswapping(Tukar Istri)
Wifeswapping adalah meminjamkan istri sebagai kesopanan dan keramah-tamahan terhadap tamu.
Skoptofilia
Skoptofilia adalah memperoleh kepuasan seksual dengan melihat sexual act & genitalianya.
Onani Atau Mastrubusi
Onani atau mastrubusi adalah memperoleh kepuasan sex dengan jalan merangsang alat kelaminnya sendiri secara manual atau digital (dengan jari-jari atau cara lain)
Troilisme Atau Triolisme
Adalah hubungan seksual dengan partner orang lain, sementara orang lain tersebut melihat/menontonnya.
Sexualoralism
Adalah kepuasan seksual yang didapat dari aplikasi bibir, lidah & mulut pada genitalia pasangannya.
Sodomi Atau Sexual Analism
Adalah kepuasan seksual yang diperoleh dengan cara melakukan hubungan seksual melalui anus.
Bestiality
Adalah kepuasan seksual yang diperoleh melalui hubungan seksual dengan binatang.
Zoophilia
Adalah cinta yang abnormal terhadap binatang. Biasanya menyatu dengan bestiality
Nekrofilia
Adalah kepuasan seksual dengan melihat atau melakukan hubungan seksual dengan mayat.
Saliromania
Adalah mendapatkan kepuasan dengan cara mengganggu atau mengotori badan/pakaian dari wanita.
Ejakulasi prematur: Peristiwa keluaranya sperma sebelum mencapai orgasme (ejakulasi sebelum waktunya, terlampau cepat, atau sebelum menghadapi)
o   Frigiditas: gairah seksual yang dingin atau tidak mengalami orgasme pada saat hubungan seksual pada wanita
o   Disparenia: hubungan seksual yang disertai nyeri(sakit) atau sukar. Sedangkan vaginismus: spasme(kejang) otot-otot vagina yang menyakitkan pada waktu hubungan seksual.
o   Hiposeksual: dorongan seksual yang kecil. Sedangkan hiperseksula: dorongan seksual yang besar.
o   Homoseksual: ketertarikan melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis(pria dengan pria atau wanita dengan wanita).
o   Fetisisme: hubungan seksual yang mencari gairah dan kepuasan seksual secara beuang dengan memakai benda mati(fetish) milik seks yang lain sebagai pengganti objek seksual.
o   Pedofilia: pemuasan seksual dengan objeknya anak, baik sejenis atau lawan jenis yang belum akil balig.
o   Transvestitisme: abnormalitas seksul pada-laki-laki heteroseksual dalam memperoleh kepuasan seksual dengan memakai pakaian wanita.
o   Exhibisionism: memperoleh kepuasan seksual dengan jalan memperlihatkan genitalianya secara berulang kepada orang lain yang tidak dikenal dan ingin melihatnya.
o   Voyeurism: memperoleh kepuasan seksual dengan melihat atau mengintip orang telanjang atau melakukan hubungan seksual tanpa sepengetahuan yang diintip.
o   Sadisme: memperoleh kepuasan seksual dengan cara menyakiti secara fisik atau psikologis objek seksualnya. Sedangkan Masokoisme: memperoleh kepuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri secara fisik atau mental.
o   Transeksualisme: abnormalitas seksual berupa adanya gejala rasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya.
o   Prostitusi: merupakan bentuk penyimpangan seksual dengan pola dorongan seks yang tidak wajar, tidak terorganisasi dalam keperibadian sehingga hubungan seks tersebut bersifat imprasonal, tanpa kasih sayang, berlangsung dan tanpa mendapat orgasme dipihak wanita.
o   Promiskuitas: mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang.
o   Adulteri/perzinahan: melakukan hubungan seksual oleh seseorang yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangannya atau legal.
o   Sedukasi/bujukan: melakukan hubungan seksual melalui bujukan dan godaan kepada partnernya yang sebenarnya melanggar norma susila atau norma hukum.
o   Perkosaan: melakukan hubungan seks dengan cara kekerasan dan paksaan.
o   Kopulatori impotensi: kemampuan pria untuk mengadakan ereksi tetapi tiba-tiba penis menjadi lemas seseudah masuk vagina.
o   Psychogenic aspernia: peristiwa tidak keluarnya sperma pada waktu melekukan seks.
o   Nimfomania: keinginan seksual yang luar biasa paada wanita yang ingin melampiaskan nafsu seksnya berulang kali tanpa melihat akibatnya.
o   Satyariasisme: keinginan seks yang tidak kunjung puas, patologis, dan luar biasa besarnya pada wanita.
o   Anorgasme: kegagalan mencapai orgasme selama hubungan seksual.
o   Kesukaran ubungan seksual pertama: mengalami kesulitan pada saat hubungan seksual yang pertamakali karena kekurangan pengalaman kedua belah pihak.
o   Onani atau masturbasi: memperoleh kepuasan seksual atau orgasme dengan jalan merangsang alat kelaminnya sendiri secara manual atau digital.
o   Skoptofilia: memperoleh kepuasan seksual dengan melihat sexual act dan genitalianya.
o   Troilisme: hubungan seksual dengan partner orang lain tersebut menontonnya.
o   Sexualoralism: kepuasan seksual yang didapat dari aplikasi bibir, lodah, mulut pada genitalianya.
o   Sosomi: kepuasan seksual dengan yang diperoleh dengan cara melakukan hubungan seksual melalui anus.
o   Bestiality: cinat yang abnormal terhadap binatang.
o   Nekrofilia: kepuasan seksual dengan melihat atau melakukan hubungan seksual dengan mayat.
o   Pornografi: tulisan atau gambar yang khusus dibuat untuk merangsang seks.
o   Obscenity: perkataan, gerak-gerik, dan gambar-gambar yang dianggap tidak sopan atau menjijikkan.
o   Frottage: mendapatkan kepuasan sekusal dengan cara meraba orang yang disenangi, biasanya tanpa sepengetahuan oleh korbannya.
o   Gerontoseksualitas: seseorang yang memperoleh kepuasan seksual dengan pasangan yang sudah usia lanjut.
o   Incest: hubungan seksual antara dua orang di dalam atau diluar perkawinan dengan keluarga dekat sehingga secara legal tidak dizinkan melakukan pernikahan.
o   Wifeswapping: meminjamkan istri sebagai kesopanan dan keramah-tamahan terhadap tamu.
































BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran



 Dengan disusunnya makalah ini tentu mempunyai manfaat nilai guna bagi pembaca dan kami sendiri. Kami berharap dengan terselesainya makalah ini kita dapat memahami isi dan makna dan belajar dari apa yang dibahas seperti pengertian, gejala, dan bentuk dari psikopat, defisiensi moral dan abnormalitas seksual yang merupakan tuntunan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, kita akan tahu mana suatu hal perbuatan yang baik dan yang tidak, bagaimana kita memandang permasalahan yang menyimpang pada diri seseorang sehingga kita bisa menggolongkan seseorang tersebut apakah termasuk psikopat, defisiensi moral, atau abnormalitas seksual. Dan, semoga makalah ini dapat membangkitkan kesadaran dan semangat baru dalam diri kita untuk mengembangkan dan menelusuri pengetahuan.




















DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,A.Aziz Alimul.2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Surabaya: Salemba Medika.
Sarwono, Sarlito Wirawan.1983.Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suyati, Sri. dkk. 1995. Psikologi Industri dan Sosial, Semarang : Pustaka Jaya.



0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut