MAKALAH
Pokok-Pokok Ajaran Islam tentang Pencegahan Penyakit dan
Pengobatannya
Disusun
Oleh :
1. Indah
Puspa Pratiwi
2. Yuliyanita
3. Rima
Wulandari
4. Eneng
Firasati Lailiya
5. Widya
Marwah
6. Lisnawati
7. Elya
Nuraeni
8. Nurmalia
9. Aida
Fitria Qisti
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
Jalan
Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi
2013
LEMBAR
PERNYATAAN
Kami yang bertanda
tangan di bawah ini menyatakan bahwa penyusunan makalah yang berjudul
Pokok-Pokok Ajaran Islam tentang Pencegahan Penyakit dan Pengobatannya ini kami buat dengan sebenar-benarnya
dengan mengambil sumber dari media elektronik dan buku yang berkaitan dengan
materi ini.
Makalah ini dibuat setelah dilakukan diskusi kelompok
untuk membahas dan menyamakan presepsi tentang materi tersebut. Jadi berbagai
materi yang ada di makalah ini sudah merupakan hasil diskusi berdasarkan sumber
yang kami dapat.
KATA
PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul :“
Pokok-Pokok Ajaran Islam
tentang Pencegahan Penyakit dan Pengobatannya”
Kami
menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap
kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Sukabumi, November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hal-hal yang
menyebabkan munculnya penyakit
2.2 Pokok-pokok
ajaran Islam tentang pemeliharaan/peningkatan kesehatan
2.3 Pokok-pokok
ajaran Islam tentang pencegahan penyakit
2.4 Pokok-pokok
ajaran Islam tentang pengobatan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kita semua pasti sepakat bahwa salah satu karunia
yang sangat berharga dalam hidup ini adalah kesehatan. Agar sehat, kita sering
kali tidak merasa sayang menghabiskan uang yang tidak sedikit. Kita tiba-tiba
menjadi tunduk dan patuh pada saran dan nasehat dokter atau tenaga terapi
lainnya dan siap menjauhi segala larangannya karena ingin sehat. Bahkan yang
lebih parah lagi, ada juga yang bersedia mengorbankan aqidah dan keimanannya
demi untuk sehat.
Dapat dipastikan tidak seorangpun menginginkan sakit. Karena sakit identik dengan penderitaan, kesulitan dan keterbatasan. Namun tahukah kita, bahwa sakit adalah sunnatullah yang telah menyatu dengan kehidupan semua makhluk hidup di alam ini. Suka atau tidak, penyakit telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang nyata adanya.
Selaiknya penyakit tidak harus selalu dilihat dari sudut pandang negatif. Keberadaan penyakit memang membawa kerugian bagi si penderita, namun sebaliknya ada banyak keuntungan yang didapat dari penyakit dan penderitanya. Tidak dapat disangkal ilmu kedokteran dan juga bidang-bidang ilmu yang lain bisa jadi tidak akan semaju seperti sekarang ini jika Allah tidak menurunkan penyakit yang begitu beragam dan banyak jumlahnya.
Meskipun ada hikmah dari keberadaan penyakit, tetap saja sehat jauh lebih baik daripada sakit. Menjadi orang yang sehat tanpa ada gangguan penyakit memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih produktif dalam bekerja, lebih banyak beribadah dan lebih berbahagia. Itulah mengapa Rasulullah menyebutkan sehat itu adalah kenikmatan. Namun sayangnya, justru nikmat sehat inilah yang paling sering dilupakan atau jarang disadari oleh kebanyakan manusia.
Dapat dipastikan tidak seorangpun menginginkan sakit. Karena sakit identik dengan penderitaan, kesulitan dan keterbatasan. Namun tahukah kita, bahwa sakit adalah sunnatullah yang telah menyatu dengan kehidupan semua makhluk hidup di alam ini. Suka atau tidak, penyakit telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang nyata adanya.
Selaiknya penyakit tidak harus selalu dilihat dari sudut pandang negatif. Keberadaan penyakit memang membawa kerugian bagi si penderita, namun sebaliknya ada banyak keuntungan yang didapat dari penyakit dan penderitanya. Tidak dapat disangkal ilmu kedokteran dan juga bidang-bidang ilmu yang lain bisa jadi tidak akan semaju seperti sekarang ini jika Allah tidak menurunkan penyakit yang begitu beragam dan banyak jumlahnya.
Meskipun ada hikmah dari keberadaan penyakit, tetap saja sehat jauh lebih baik daripada sakit. Menjadi orang yang sehat tanpa ada gangguan penyakit memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih produktif dalam bekerja, lebih banyak beribadah dan lebih berbahagia. Itulah mengapa Rasulullah menyebutkan sehat itu adalah kenikmatan. Namun sayangnya, justru nikmat sehat inilah yang paling sering dilupakan atau jarang disadari oleh kebanyakan manusia.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Sebutkan
hal-hal yang menyebabkan munculnya penyakit!
2.
Jelaskan
pokok-pokok ajaran Islam tentang pemeliharaan/peningkatan kesehatan!
3.
Bagaimana
pokok ajaran Islam tentang pencegahan penyakit?
4.
Bagaimana
pokok-pokok ajaran Islam tentang pengobatan?
1.3 Tujuan
1.
Menyebutkan
hal-hal yang menyebabkan munculnya penyakit
2.
Memahami
pokok-pokok ajaran Islam tentang pemeliharaan/peningkatan kesehatan
3.
Mengetahui
pokok ajaran Islam tentang pencegahan penyakit
4.
Mengetahui
bagaimana pokok-pokok ajaran Islam tentang pengobatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hal-Hal yang Menyebabkan Munculnya Penyakit
Penyakit
merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah dikenal orang sejak
dahulu. Pada mulanya, konsep terjadinya didasarkan pada adanya gangguan makhlus
halus atau karena kemurkaan dari Yang Maha Pencipta hingga saat ini masih
banyak kelompok masyarakat di negara berkembang yang menganut konsep tersebut.
Di lain pihak masih ada gangguan kesehatan/penyakit yang belum jelas
penyebabnya, maupun proses kejadiannya.
Hipocrates
telah mengembangkan teori bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun
demikian dalam teori tidak dijelaskan bagaimana kedudukan manusia dalam
interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan faktor lingkungan bagaimana yang
dapat menimbulkan penyakit.
Pengertian
penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke
suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan berbagai sifatnya (biologis, filosofis, psikologis, sosiologis,
antropologis) dengan penyebab serta dengan lingkungan.
Dalam
teori keseimbangan, maka interaksi antara ketiga unsur tersebut harus
dipertahankan keadaan keseimbangannya. Dan bila terjadi gangguan keseimbangan
antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Pada keadaan
normal, kondisi keseimbangan proses
interaksi tersebut dapat dipertahankan melalui intervensi alamiah terhadap
salah satu dari ketiga unsur tersebut
diatas, maupun melalui usaha tertentu manusia dalam bidang pencegahan maupun
dalam bidang peningkatan derajat kesehatan.
1. Unsur
penyebab
Pada
dasarnya, tidak satupun penyakit dapat timbul hanya disebabkan oleh satu faktor
penyebab tunggal semata. Pada umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh
berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit. Namun
demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian
utama, yakni:
1.
Penyebab Kausal Primer
Unsur ini dianggap
sebagai faktor kausal terjadinya penyakit, dengan ketentuan bahwa walaupun
unsur lain ada, belum tentu terjadi penyakit, tetapi sebaliknya. Pada penyakit
tertentu, unsur ini dijumpai sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab
kausal ini dapat dibagi dalam 5 kelompok utama
a.
Unsur Penyebab biologis yakni semua
unsur penyebab yang tergolong makhluk hidup termasuk kelompok mikro-organisme
seperti virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing, dan insekta. Unsur
penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit infeksi dan penyakit menular.
b.
Unsur penyebab nutrisi yakni semua unsur
penyebab yang termasuk golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit
tertentu karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti
protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.
c.
Unsur penyebab kimiawi yakni unsur dalam
bentuk senyawaan kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit
tertentu. Unsur ini pada umumnya berasal dari luar tubuh termasuk berbagai
jenis zat racun, obat-obatan keras, berbagai senyawaan kimia tertentu, dan lain
sebagainya. Bentuk senyawaan kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun
gas. Ada pula senyawaan kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari dalam) yang
dapat menimbulkan penyakit tertentu seperti kolesterol.
d.
Unsur penyebab fisika yakni semua unsur
yang dapat menimbulkan penyakit melalui proses fisika misalnya panas (luka
bakar), irisan, tikaman, pukulan, radiasi, dll. Proses kejadian penyakit dalam
hal ini terutama melalui proses fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan
gangguan kesehatan.
e.
Unsur penyebab psikis yakni semua unsur
yang bertalian dengan kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah
laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses dan mekanisme kejadian dalam timbulnya
penyakit, bahkan sekelompok ahli lebih menitikberatkan kejadian penyakit pada
unsur penyebab genetika. Dalam hal ini kita harus berhati-hati terhadap faktor
lingkungan sosial yang bersifat nonkausal serta lebih menampakkan diri dalam
hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan kejiwaan
2.
Penyebab Nonkausal (Sekunder)
Penyebab
sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam proses kejadian penyakit dan
ikut dalam hubungan sebaba akibat terjadinya penyakit. Dengan demikian, maka
dalam setiap analisis penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat terjadinya
penyakit, kita tidak hanya terpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi
harus memperhatikan semua unsur lain diluar unsur penyebab kausal primer. Hal ini didasari pada ketentuan bahwa pada
umumnya kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai umsur yang
berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Sebagai
contoh pada penyakit kardiovaskuler, tiberkulosis, kecelakaan lalu lintas,
kejadian tidak dibatasi hanya pada penyebab kausal saja, tetapi harus
dianalisis dalam bentuk suatu rantai sebab akibat dimana peranan unsur penyebab
sekunder sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara
bersama-sama menimbulkan penyakit.
2. Unsur
Pejamu (Host)
Unsur pejamu (host)
terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua kelompok sifat umum yaitu:
pertama, sifat yang erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis
dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk sosial.
A.
Manusia sebagai makhluk biologis
memiliki sifat biologis tertentu seperti :
1. Umur,
jenis kelamin, ras, keturunan
2. Bentuk
anatomis tubuh
3. Fungsi
fisiologis tubuh
4. Keadaan
imunitas serta reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam
tubuh sendiri
5. Kemampuan interaksi antara pejamu dengan
penyebab secara biologis
6. Status
gizi dan status kesehatan secara umum
B.
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai
berbagai sifat khusus seperti :
1. Kelompok
etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, dan hubungan keluarga serta hubungan
sosial masyarakat.
2. Kebiasaan
hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kebiasaan hidup sehat
Keseluruhan unsur
tersebut di atas merupakan sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut
memegang peranan dalam proses kejadian penyakit.
3. Unsur
Lingkungan (Environment)
Unsur
lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya
proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya
penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat dibagi dalam tiga
bagian utama.
A.
Lingkungan Biologis
Segala flora dan fauna
yang berada di sekitar manusia yang antara lain meliputi :
1.
Berbagai mikro organisme patogen yang
tidak patogen
2.
Berbagai binatang dan tumbuhan yang
dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik sebagai sember kehidupan (bahan
makanan dan obat-obatan), maupun sebagai sumber penyakit.
3.
Fauna sekitar manusia yang berfungsi
sebagai vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular
Lingkungan
biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan yang paling penting
dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik
sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber kehidupan)
mauoun yang mengancam kehidupan/kesehatan manusia.
B.
Lingkungan Fisik
Keadaan
fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung
maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan
fisik meliputi :
1.
Udara, keadaan cuaca, geografis,
geologis
2.
Air,baik sebagai sumber kehidupan maupun
sebagai bentuk pencemaran pada air
3.
Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara,
tanah, dan air, radiasi dll.
Lingkungan fisik ini
ada yang terbentuk secara alamiah tetapi banyak pula timbul akibat manusia
sendiri.
C.
Lingkungan Sosial
Semua bentuk kehidupan
sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi, serta institusi/peraturan
yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut.
Dari
keseluruhan unsur tersebut di atas, dimana hubungan interaksi antara satu
dengan yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian
penyakit, baik pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian maka
terjadinya suatu penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata,
tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat
dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh sebab itu, maka
dalam setiap proses terjadinya penyakit, selalu kita memikirkan adanya penyebab
majemuk.
2.2
Pokok-Pokok Ajaran Islam tentang Pemeliharaan/Peningkatan Kesehatan
Islam
memiliki perbedaan nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam
sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang
Khalik dan alam surga tetapi islam memiliki aturan dan tuntutan yang bersifat
komprehensif, harmonis, jelas, dan logis. Salah satu kelebihan islam adalah
mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
Islam
memerintahkan dan menegaskan umatnya untuk memelihara kesehatan dan melakukan
upaya peningkatan kesehatan sebagai tanda syukur kepada nikmat Allah swt.
Tujuan islam mengajarkan hidup bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan
masyarakat yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sehingga umat manusia mampu
menjadi umat pilihan.
Usaha
yang dapat dilakukan manusia untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan
kesehatannya antara lain:
1.
Hidup Bersih dan Sehat
Kebersihan
merupakan sebagian dari iman, maka tidak heran jika islam menekankan kebersihan
sebagai suatu yang penting untuk memelihara kesehatan. Hidup bersih memiliki
artian bersih secara fisik maupun mental. Fisik berarti kebersihan yang
bersifat badaniyah dari ujung rambut hingga ujung kaki. Selain fisik, pola
hidup pun harus bersih seperti lingkungan tempat tinggal harus tetap terjaga
dan terhindar dari ancaman penyakit. Bersih mental berarti akal dan hati tetap
harus bersih dan selalu optimis dalam menghadapi kehidupan karena faktor mental
dapat mempengaruhi tingkat kesehatan manusia.
2.
Memperbanyak Amalan Ibadah
Islam mengajarkan
banyak amalan-amalan yang bernilai ibadah yang juga bermanfaat bagi kesehatan
jiwa dan raga, contohnya adalah perintah untuk melaksanakan shalat.
Gerakan-gerakan shalat, dapat memelihara sekaligus meningkatkan kesehatan jiga
dilaksanakan dengan benar, selain gerakan yang bermanfaat untuk kesehatan,
shalat pun dapat merelaksasi pikiran dan dapat mendekatkan diri pada Sang
Pencipta.
3.
Mengkonsumsi Makanan yang Halal dan Baik
Menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan
jasmani, seperti tumbuh-tumbuhan, daging binatang darat, daging binatang laut,
segala sesuatu yang dihasilkan dari daging, madu, kurma, susu, dan semua yang
baergizi. Tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal makanan,
makan bukan karena lapar hingga kekenyangan, diet ketika sedang sakit,
memerintahkan puasa agar usus dan perut besarnya dapat beristirahat dan tidak
berbuka puasa dengan berlebih-lebihan dan melampaui batas. Mengharamkan segala
sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, seperti bangkai, darah, dan daging babi.
4.
Melakukan Olahraga secara Rutin
Islam menegaskan
pentingnya olahraga untuk menciptakan generasi yang sehat dan kuat. Oleh
karenanya, islam mengajarkan setiap muslim untuk mengajarkan anak-anaknya
bagaimana cara memanah, berenang, dan berkuda.
Tidak seorangpun ahli medis baik muslim maupun non muslim yang meragukan
manfaat olahraga bagi kesehatan manusia. Olahraga merupakan kebutuhan hidup manusia,
sebab apabila seseorang melakukan olahraga secara teratur, akan membawa
pengaruh baik terhadap perkembangan jasmaninya. Selain berguna bagi
perkembangan jasmani, olahraga juga memberikan pengaruh pada rohaninya,
pengaruh tersebut dapat memberikan efisiensi kerja terhadap alat tubuh sehingga
peredaran darah, pernafasan dan pencernaan menjadi teratur.
5.
Mengkontrol Kondisi Fisik secara Berkala
Mengkontrol
kondisi fisik secara berkala merupakan usaha untuk terus meningkatkan
kesehatan. kini, banyak sektor yang dapat digunakan masyarakat untuk mengetahui
kondisi fisiknya agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit seperti
puskesmas, klinik, ataupun rumah sakit. Hal ini sangat efektif untuk
meningkatkan kesehatan.
2.3
Pokok-Pokok Ajaran Islam tentang Pencegahan Penyakit
Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, demikian
disebutkan oleh Hasan Al-Banna, seorang tokoh pergerakan yang sangat fenomenal
di Mesir. Untuk mengetahui integralitas dan kesempurnaan ajaran Islam, tidak
bisa tidak, kita harus melibatkan hadits-hadits Rasulullah untuk melakukan
eksplorasi praktek dan implementasi nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan
beliau. Sebab Nabi Muhammad adalah model dalam praktek seluruh ajaran Islam
yang Allah sebut sebagai uswah hasanah (suri tauladan).
Dalam hal kesehatan, kita jumpai begitu banyak arahan di
seputar masalah ini dari hadits-hadits Rasulullah. Baik yang bersifat qauliy
(ucapan) ataupun fi’liy (perbuatan). Dari hadits-hadits tersebut secara ringkas
dapat disimpulkan ada beberapa prinsip tentang kesehatan dalam Islam, sebagai
berikut:
1. Menjaga Kebersihan Badan, Pakaian dan Tempat Tinggal
1. Menjaga Kebersihan Badan, Pakaian dan Tempat Tinggal
Sabda Rasulullah, “Kebersihan adalah separuh dari
keimanan”. Hadits ini menjadi dasar yang sangat kuat bahwa Islam sangat
mementingkan urusan ini. Hampir tidak dijumpai agama selain Islam yang begitu
detil mengatur masalah kebersihan badan, pakaian dan tempat tinggal.
2. Menjalani Pola Hidup Islami
2. Menjalani Pola Hidup Islami
Seperti anjuran Rasulullah untuk berolahraga, makan ketika
lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, tidur lebih awal dan bangun lebih
pagi, dan lain-lain.
3. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib (berkualitas)
3. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib (berkualitas)
Kita makan dan minum bukan hanya sekedar untuk memenuhi
rasa lapar, oleh karenanya Islam mengarahkan agar kita selektif memilih
makanan, karena tidak setiap jenis makanan atau minuman baik dan berguna untuk
tubuh kita. Sabda Rasulullah, “ tidak aku jumpai tempat yang lebih buruk pada
diri manusia selain perut mereka”. Allah turunkan beberapa jenis makanan dan
minuman yang haram dikonsumsi disamping karena telah terbukti tidak thayyib
(berkualitas) juga sebagai suatu cara Allah untuk menguji ketaatan dan
ketundukan kita terhadap-NYa
4. Menghindari daerah wabah
4. Menghindari daerah wabah
Rasulullah pernah melarang para sahabat mendekati daerah
yang terjangkit wabah penyakit menular. Pada kesempatan lain Rasulullah
berpesan,“Larilah (jauhilah) penyakit menular seperti kalian lari dari
(serangan) singa”
5. Menghindari segala yang dapat menimbulkan bahaya
5. Menghindari segala yang dapat menimbulkan bahaya
“Tidak boleh membahayakan (diri) dan tidak boleh
membahayakan (orang lain)”. Sabda Rasulullah ini sangat terkenal bahkan para
ulama menjadikannya salah satu kaidah dalam penetapan hukum Islam.
6. Menjalankan ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah
6. Menjalankan ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah
Dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut, terdapat banyak
hikmah dan manfaat, termasuk di dalamnya hikmah dan manfaat kesehatan. Puasa
sebagai contoh, adalah suatu ibadah yang telah dibuktikan memberi manfaat
kesehatan bagi orang yang melaksanakannya. Sabda Rasulullah, “puasalah, kalian
pasti akan sehat”.
Imunisasi
sebagai cara pencegahan penyakit
Jika diperhatikan, dari sekian banyak prinsip-prinsip
kesehatan Islam diatas. Kita akan dapati bahwa sebagian besar prinsip-prinsip
tersebut berkenaan dengan bagaimana melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap
timbulnya penyakit. Dan ini sangat sesuai dengan prinsip kesehatan yang sangat
terkenal; mengegah lebih baik daripada mengobati.
Bahkan bukan hanya melalui cara-cara yang biasa dilakukan untuk tujuan ini, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita cara mencegah penyakit yang bersifat ruhiy-tabbudiy (cara-cara spiritual) yaitu dengan senantiasa membaca doa wirid pagi dan sore yang isinya permohonan agar Allah senantiasa memberi kesehatan badan, pendengaran dan penglihatan kita. Sebab kesehatan adalah karunia yang sangat berarti bagi manusia.
Bahkan bukan hanya melalui cara-cara yang biasa dilakukan untuk tujuan ini, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita cara mencegah penyakit yang bersifat ruhiy-tabbudiy (cara-cara spiritual) yaitu dengan senantiasa membaca doa wirid pagi dan sore yang isinya permohonan agar Allah senantiasa memberi kesehatan badan, pendengaran dan penglihatan kita. Sebab kesehatan adalah karunia yang sangat berarti bagi manusia.
Upaya-upaya pencegahan penyakit seperti yang anjurkan
agama, sesungguhnya membuka ruang yang sangat luas terhadap berbagai
pilihan-pilihan. Imunisasi adalah salah satu pilihan. Sebab sebagaimana
diketahui imunisasi dimaksudkan agar tubuh memiliki kekebalan terhadap
jenis-jenis penyakit tertentu. Dengan melakukan cara ini, dimungkinkan
seseorang akan kebal terhadap beberapa macam penyakit yang berbahaya. Tujuan
imunisasi ini tentu sangat singkron dengan prinsip-prinsip kesehatan di atas
dimana Islam menghendaki ummatnya selalu dalam kondisi sehat dan terjauh dari
penyakit.
Namun belakangan kita mendengar berita-berita yang kurang
menggembirakan tentang pelaksanaan imunisasi yang berdampak buruk terhadap
sejumlah anak dan orang dewasa yang diimunisasi. Dan yang lebih mengagetkan
lagi, ternyata ada jenis-jenis vaksin tertentu yang bercampur dengan
bahan-bahan yang tidak halal dalam proses pembuatannya. Dua hal yang menyalahi
prinsip-prinsip kesehatan dalam Islam. Inilah kemudian yang memunculkan beberapa
reaksi negatif di masyarakat. Dampaknya adalah keraguan –terutama dari kalangan
kaum muslimin- untuk melakukan imunisasi. Bahkan sebagian telah sampai pada
kesimpulan bahwa imunisasi haram karena dapat menimbulkan bahaya dan tidak
halal.
Sayangnya, sampai sekarang Pemerintah kita belum memberikan
tanggapan secara resmi dan serius terhadap keraguan masyarakat di seputar
masalah imunisasi . Sehingga menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat
tentang pemanfaatan program pemerintah ini. Sebagian menolak dengan alasan
berbahaya dan tidak halal, dan sebagian lagi tetap menerima karena belum ada
kejelasan tentang halal haramnya dari lembaga yang berwenang, adapun
kejadian-kejadian tragis yang menimpa beberapa orang setelah diimunisasi hanya
bersifat kasus yang tidak semua orang mengalaminya.
Menyikapi pro kontra yang sekarang berkembang di
masyarakat, tentu kita harus lebih arif dan tidak bersikap terburu-buru. Kita
sangat berharap ada klarifikasi dari Pemerintah -sebagai pihak yang bertanggung
jawab- terkait berita yang berkembang selama ini. Namun sementara kita
menunggu, kita tetap harus waspada dan berhati-hati terhadap
kemungkinan-kemungkinan datangnya penyakit yang tidak pernah diundang tersebut.
Beberapa waktu yang lalu umpamanya, kita dikejutkan dengan berita banyaknya
masyarakat kita yang menderita lumpuh layu. Sehingga akhirnya Pemerintah
menggalakkan imunisasi Polio di semua wilayah di Indonesia. Sebagaimana prinsip
di atas, kita tidak boleh membiarkan penyakit, apalagi jika penyakit tersebut
dapat menjadi wabah yang dapat menjangkiti banyak orang.
Memang upaya-upaya pencegahan penyakit seperti yang
anjurkan agama, membuka ruang yang sangat luas terhadap berbagai
pilihan-pilihan. Imunisasi adalah salah satu pilihan. Tentu saja bagi mereka
yang merasa ragu atau menolak untuk menggunakan cara imunisasi/vaksinasi, harus
mencari alternatif lain yang dibenarkan untuk melakukan pencegahan-pencegahan
terhadap datangnya penyakit. Selama pilihan-pilihan itu dilakukan dengan
pemahaman dan pengetahuan yang memadai, maka itu dapat dibenarkan untuk
dilakukan.
2.4
Pokok-Pokok Ajaran Islam tentang Pengobatan
Bahasa Arab obat adalah syifa’. Di dalam al-Qur’an
kata syifa’ dan derifatnya digunakan sebanyak 8 kali, yaitu pada QS. 9:14, QS.
26:80, QS. 10:57, QS. 41:44, QS. 16:69, QS. 17:82, QS. 3:103, QS. 9:109. Dari
ayat-ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang terkait dengan kesehatan secara
umum, penulis menyimpulkan beberapa point tentang obat dan kesehatan dalam
perspektif al-Qur’an, yaitu:
1.Penjelasan tentang aqidah. Al-Qur’an menegaskan
bahwa yang menyembuhkan orang sakit adalah Allah swt.
2.Penjelasan tentang kebijakan kesehatan
masyarakat dan individu. Al-Qur’an memberi gambaran bahwa usaha-usaha preventif
(pencegahan) harus lebih didahulukan daripada usaha kuratif (pengobatan).
3.Penjelasan tentang penyakit. Al-Qur’an
memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati
(maa fish-shuduur) dan penyakit badan/jasmani. Oleh karena itu,
definisi sehat harus mencakup kedua hal tersebut.
4.Penjelasan tentang obat. Karena penyakit dibagi
dalam dua golongan, obat pun dibagi dua golongan yaitu obat penyakit hati dan
obat penyakit jasmani. Al-Qur’an menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan madu bisa
berfungsi sebagai obat.
Berikut
penjelasan point-point di atas:
1. Al-Qur’an
mengingatkan kepada umat Islam bahwa yang memberikan kesembuhan adalah Allah
swt. Allah-lah yang berkuasa memberi kesembuhan.
Dan
apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (Q.S.
Asy-Syu’ara’: 80)
Ayat
di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu
Allah-lah yang memberi kesembuhan. Di dalam tafsirnya, Al-Maroghi dan Al-Harari
mengatakan ketika aku sakit, tidak ada seorangpun selain Allah yang bisa
memberiku obat. Tidak juga dokter (al-Maroghi, tt: 19/72; Al-Harari, tt:
20/223). Ayat ini mengandung nilai:
a. Mendorong kepada
penderita penyakit dan keluarganya untuk tetap optimis akan kesembuhannya dan
tidak berputus asa melakukan berbagai usaha serta berdoa memohon kepada Allah
swt untuk memberikan obat atas penyakit yang dideritanya. Allah swt Maha Kuasa
sehingga tidak ada satu penyakitpun yang tidak bisa disembuhkan oleh Allah swt.
b. Mengingatkan kepada
para praktisi kesehatan, bahwa pada hakekatnya yang menyembuhkan penderita dari
penyakitnya adalah Allah swt. Mereka hanyalah sebagai perantara bukan pemberi
kesembuhan yang hakiki. Allah-lah yang menentukan kesembuhan seseorang. Segala
sesuatu terjadi hanya atas izin Allah. Dengan demikian, para praktisi
kesehatanpun akan selalu memohon kepada Allah untuk memberi kesembuhan kepada
pasiennya dan merekapun insya Allah akan terhindar dari sikap sombong dan
membanggakan diri.
c. Selain itu, ayat di
atas juga mengandung nilai bahwa obat dan kondisi sehat merupakan nikmat Allah
swt yang harus disyukuri. Al-Maroghi ketika menafsiri ayat di atas menjelaskan
bahwa ketika aku sakit, Allah-lah yang memberiku nikmat berupa obat
(Al-Maroghi, tt: 19/72). Adapun cara mensyukuri nikmat sehat tersebut yaitu
dengan menjaga kesehatan tersebut agar terhindar dari berbagai penyakit, dan
menggunakan nikmat kesehatan itu untuk beribadah dan beraktifitas yang selaras
dan sesuai dengan aturan dan syari’at Allah swt. Jangan sampai manusia lupa
diri akan nikmat sehat tersebut dan menggunakannya untuk bermaksiat kepada
Allah swt sebagaimana diperingatkan oleh Allah pada ayat berikutnya.
Dan
apabila Kami berikan nikmat kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan
membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan
niscaya dia berputus asa.
2. Preventif
didahulukan daripada kuratif.
Selama
ini, program Pemerintah Indonesia di bidang kesehatan terfokus pada upaya
mengobati (kuratif). Hal ini misalnya nampak pada pengalokasian anggaran, di
mana sekitar 85 persen anggaran di bidang kesehatan dialokasikan pada upaya
penyembuhan. Kebijakan tersebut ternyata berdampak buruk pada angka kesehatan.
Prof Does Sampoerno dr MPH, Ketua Kolegium Keilmuan Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI) berkata, “Kalau kita hanya berkutat pada paradigma
kuratif, penyakit-penyakit menular dan berbahaya yang banyak berkembang saat
ini tidak akan bisa kita cegah. Kita harus melompat dari paradigma lama ke pola
pikir baru. Yaitu bagaimana melakukan upaya promosi, preventif, dan proteksi
serta pembangunan yang berkualitas.” Menurutnya, program kuratif kerap
menyesatkan pemikiran masyarakat yang menganggap semua orang sakit dapat
disembuhkan sehingga menjadi sehat. (kesehatan.kompas.com).
Di
dalam masalah kesehatan, Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan tindakan-tindakan
yang bersifat pencegahan (preventif), daripada tindakan pengobatan dan
penyembuhan (kuratif). Hal ini harus direnungkan dan menjadi panduan manusia
dalam membangun kesehatan individu dan masyarakat. Prof. dr. Hamad Hasan
Raqith, PhD menegaskanbahwa secara umum, kesehatan dalam Islam berprinsip pada
upaya menjaga kesehatan secara preventif (menjaga kesehatan sebelum sakit).
Kemudian setelah itu, Islam menganjurkan pengobatan bagi siapa yang membutuhkan
karena sakit. Inilah salah satu prinsip dalam Islam yang sesuai dengan
karakteristik, kemampuan dan keadaan fitrah manusia (Raqith, 2007: 36).
Ibnu
Sina (Avicena, 980-1036) pun berpendapat demikian. Bahwa tujuan pertama ilmu
pengobatan adalah untuk menjaga supaya tetap sehat.
Ibnu Sina defined medicine –al tibb –as the
knowledge of the states of the human body in health and decline in health; its
purpose is to preserve health and endeavour to restore it whenever lost(Ebrahim,
1993: 30).
Demikian
juga Imam Ibn Qayyim al Jauziyyah, menjadikan usaha preventif sebagai prinsip
yang pertama dalam pengobatan.
Imam Ibn Qayyim al Jawziyyah points out that
the principles of medicine are three, namely, protection of health, getting rid
or harmful things, and safeguarding against harm (Ebrahim,
1993: 28).
Tindakan-tindakan
preventif yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak dijelaskan secara
khusus sebagai upaya untuk menjaga kesehatan, namun merupakan bagian ibadah
ritual dan panduan hidup keseharian. Namun, justru itulah salah satu kelebihan
syari’at Islam, dimana tidak hanya memiliki nilai ibadah namun juga memiliki
nilai-nilai yang lain, di antaranya adalah nilai kesehatan.
Al-Qur’an
memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati
(maa fish-shuduur) dan penyakit jasmani. Oleh karena itu, definisi
sehat harus mencakup kedua hal tersebut. Ayat yang memberi gambaran adanya
penyakit hati adalah:
Perangilah mereka, niscaya
Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah
akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta menyembuhkan
hati orang-orang yang beriman (QS
at-Taubah:14)
Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman. QS Yunus: 57
Sedangkan ayat yang memberi
gambaran tentang penyakit jasmani adalah
Dan Tuhanku, yang Dia memberi
Makan dan minum kepadaKu (79), dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan
aku (80), dan yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)
(81), (QS
26: 79-81)
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan (QS
An-Nahl: 69).
Di dalam pandangan Islam, di antara
kedua penyakit tersebut, penyakit hatilah yang harus diprioritaskan dalam
penanganannya. Karena penyakit hati bisa menjadikan penderitanya celaka di
dunia dan akhirat. Hal tersebut yang tersirat di dalam kandungan suatu hadits
Nabi saw, yang berisi bahwa yang menentukan baik buruknya manusia adalah
segumpal darah yang ada dalam dada, yaitu hati. Dengan demikian, sehat dalam
perspektif Al-Qur’an mensyaratkan kebebasan manusia dari dua penyakit tersebut.
Al-Qur’an
selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit, juga memaparkan tentang
obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat tidak hanya zat yang bisa menyembuhkan
penyakit jasmani saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati penyakit hati atau
keduanya (penyakit jasmani dan hati) juga disebut sebagai obat. Sebagai
perbandingan, definisi obat menurut Ansel adalah zat yang digunakan untuk
diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan. Sedangkan menurut PERMENKES: 917/Menkes/Per/x/1993, obat
(jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnose, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi (Chaerunissa, et.al, 2009: 9). Dua definisi obat di atas, obat
hanya mencakup pada penyakit jasmani saja.
Obat
yang disebutkan Al-Qur’an ada dua yaitu Al-Qur’an itu sendiri dan madu. Dalam
firman-Nya Allah swt menegaskan bahwa salah satu fungsi Al-Qur’an adalah
sebagai obat. Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari
Al-Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian(Q.S.
Al-Isra’: 82)
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S.
Yunus: 57)
Nabi
saw bersabda,”Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu dengan madu dan
Al-Qur’an” (HR. Ibnu Majah). Ali bin Abu Thalib ra berkata, ”Seekor
kalajengking menyengat Nabi sedangkan beliau sedang shalat, maka ketika beliau
selesai shalat bersabda, ‘Allah
melaknat kalajengking yang tidak meninggalkan orang yang shalat dan tidak pada
lainnya.’ Lalu Nabi berdoa
dengan memakai medium air dan garam, kemudian mengusap luka sengatan tadi
sambil membaca Al-Qur’an surah al-Kafirun, al-Falaq dan an-Nas.” Hadits ini
menunjukkan gambaran pengobatan dalam Islam yang memadukan antara pengobatan
fisik (materi) dengan ruhani (spiritual). Dan ulama sepakat akan kebolehan
hukum berobat (menggunakan keduanya) untuk segala macam penyakit (Raqith, 2007:
20).
Kedua
ayat di atas menunjukkan bahwa al-Qur’an selain sebagai petunjuk dan rahmat
bagi orang yang beriman, juga berfungsi sebagai obat/penyembuh. Dalam posisinya
sebagai obat, al-Qur’an memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai obat
penyakit jasmani dan sebagai obat penyakit hati. Sebagai obat penyakit jasmani,
Al-Qur’an memiliki dua mekanisme, pertama,
ayat Al-Qur’an digunakan untuk mengobati suatu penyakit dengan cara dibacakan
atau diperdengarkan. Al-Maraghi ketika menafsiri surat Al-Isra: 82 di atas
menjelaskan bahwa orang beriman bisa mengambil manfa’at dari Al-Qur’an dengan
cara mendengarkannya (baik dari bacaannya sendiri maupun dari bacaan orang lain_pen.).
Sedangkan orang-orang dzalim tidak bisa mengambil manfaat dari Al-Qur’an,
karena Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai obat dan rahmat hanya untuk
orang-orang yang beriman (Al-Maroghi, tt: 13/86).
Salah
satu pendekatan ilmiah yang bisa menunjukkan bahwa Al-Qur’an bisa digunakan
untuk terapi pengobatan adalah menggunakan pendekatan The Healing Power of Sound (pengobatan dengan kekuatan suara).
Seorang dokter dari Perancis, dr. Alfred Tomatis, melakukan eksperimen selama
50 tahun seputar indera manusia. Hasilnya menunjukkan bahwa pendengaran adalah
indera terpenting bagi manusia keseluruhan (Kahel, 2010: 15).
Fabien
dan Grimal menemukan bahwa suara berpengaruh terhadap sel-sel, khususnya sel
kanker. Juga bahwa ada suara-suara tertentu yang memiliki pengaruh atau efek
yang lebih kuat. Yang menakjubkan adalah suara yang paling berpengaruh atas
sel-sel tubuh adalah suara manusia. Fabian juga membuktikan bahwa suara
mempengaruhi sel darah, yaitu berpengaruh pada medan elektromagnetik sel
tersebut. Fabian menyimpulkan bahwa ada nada-nada tertentu yang mempengaruhi
sel-sel tubuh dengan membuatnya lebih aktif dan dinamis, bahkan memperbaruinya.
Ia mengajukan tesis penting bahwa suara manusia memiliki pengaruh yang kuat dan
unik atas sel-sel tubuh. Pengaruh itu terdapat dalam media-media lainnya.
Fabien mengatakan dengan amat ringkas, ”Suara manusia membawa harmoni spirit
unik yang menjadikannya media penyembuh yang paling kuat” (Kahel, 2010: 18-20).
Penemuan
ilmuwan Jepang yang bernama Masaru Emoto memberi gambaran mekanisme suara bisa
mempengaruhi tubuh manusia. Ia menemukan bahwa medan elektromagnetik
elemen-elemen air sangat terpengaruh oleh suara. Ada beberapa nada tertentu
yang memiliki efek terhadap elemen-elemen air dan membuatnya lebih teratur.
Sebagaimana diketahui bahwa 70% tubuh manusia terdiri dari air. Karena itu
seorang yang mendengar suara-suara tertentu, sel-sel dari elemen air yang ada
di tubuhnya akan terpengaruh, yang kemudian akan berpengaruh pada kesembuhannya
(Kahel, 2010: 21-22).
Mekanisme
kedua, Al-Qur’an sebagai obat bagi penyakit dada (syifaa ul lima
fish-shudur) dan sekaligus sebagai obat bagi penyakit badan. Dengan
membaca al-Qur’an, dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan selalu mengingat
Allah yang menurunkan al-Qur’an, orang bisa terhindar dari sifat syirik,
dengki, sombong, iri hati dan penyakit-penyakit hati lainnya dan akhirya
menjadi tenang, tentram, tidak emosional, tidak mudah marah serta terhindar
dari rasa cemas atau khawatir. Kondisi tubuh yang semacam ini, sangat baik
untuk meningkatkan daya imun yang ada pada diri manusia sehingga terhindar dari
penyakit.
Hasil
penelitian yang dilaporkan oleh para ilmuwan menyebutkan bahwa syarat utama
agar kelenjar pineal yang ada di pusat otak berfungsi sehingga dapat
menghasilkan hormon melatonin ialah hidup tentram demi mencapai kondisi
spiritual tertinggi. Oleh karena itu, para ilmuwan menuntun orang-orang
non-muslim yang ingin mencapai kondisi spiritual paling tinggi dengan melakukan
meditasi (Hambali, 2011: 142).
Dalam
pengantar buku Thriving With
Heart Disease, seorang pakar jantung dari Rumah Sakit Lenox Hill, New
York, menuliskan,”For Total health, you need a healthy mind.” Jadi
kesimpulan dari sudut pandang pakar jantung adalah jika ingin seluruh tubuh
(terutama jantung) sehat, manusia perlu mempunyai pikiran yang sehat juga yaitu
harus bersabar (Hambali, 2011: 114).
Madu
adalah obat bagi manusia dan satu-satunya obat (selain al-Qur’an) yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an. Ayat tersebut adalah:
Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan (Q.S.
An-Nahl: 69).
Nabi
saw juga menganjurkan agar berobat dengan menggunakan madu sebagaimana
tercermin dari bunyi hadits,
”Hendaklah kalian melakukan
penyembuhan yaitu dengan madu dan Al-Qur’an.” (HR
Ibnu Majah).
Ibnu
Sina (358-415 H atau 980-1037 M), seorang ilmuwan Islam yang namanya dikenal di
seluruh dunia hingga masa kini menganjurkan apabila seorang menginginkan badan
tetap sehat dan segar maka orang tersebut agar minum madu setiap hari (Hambali,
2011: 103).
Madu
mengandung banyak sekali unsur pembentuk maupun pengganti jaringan tubuh yang
rusak. Bahkan di dalam madu terdapat unsur pembunuh kuman (anti bacterial) yang
sangat potensial untuk pencegahan maupun penyembuhan infeksi. Efek
antibacterial dari madu ini diperoleh antara lain karena:
a. Madu memiliki nilai
“osmotic” yang tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
b. Di dalam madu
terkandung enzim (E. Gluko-Oksidase) yang mampu mengkonversi (glukosa + air)
menjadi (asam glukonat + H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2)
dan asam glukonat itulah yang berfungsi sebagai antibacterial yang sangat potensial.
Asam glukonat merupakan senyawa yang sangat mudah larut di dalam selaput
membran sel kuman sehingga meningkatkan permeabilitas membrane tersebut dan
akan memudahkan terjadinya oksidasi oleh H2O2.
Efek
antibacterial dari madu ini justru lebih efektif dengan cara mengencerkan madu.
Dengan konsentrasi H2O2 yang
hanya 0,02 sampai 0,05 m.molekul.per liter, sudah dapat menghambat pertumbuhan
kuman dengan sangat efektif dan tidak memiliki efek samping berupa perusakan
sel-sel fibroblast pada kulit. Kondisi ini bisa diperoleh dengan pengenceran
madu asli antara 9 kali sampai dengan 56 kali pengenceran (Hambali, 2011:
119-121).
Di
dalam kitab Zadu al-Ma’ad fi
Hadyi Khairi al-Ibadi ketika
menjelaskan hadits tentang penggunaan madu sebagai obat, dijelaskan bahwa madu
diminum disertai air untuk meringankan proses pencernaan pada ludah (Raqith,
2007: 70).
c. Madu dengan
konsentrasi yang cukup rendah (0,1%) juga dapat meningkatkan jumlah sel
limfosit di dalam darah sehingga
keadaan ini dapat menimbulkan peningkatan kemampuan fagositik.
d. Pada konsentrasi
yang agak tinggi (1%) madu juga merangsang “monosit” untuk melepaskan “sitoksin” yang
merupakan Factor Nekrosis[4] Tumor (TNF), yang dapat meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi maupun tumor.
e. Karena terbentuknya
asam glukonat, larutan juga memiliki derajat keasaman yang sangat tinggi (pH
3,2 – 4,5). Keadaan ini akan membantu aksi “makrofag” untuk menghancurkan
bakteri.
f. Madu juga mengandung
germicidine yang merupakan antibiotic alami yang sangat potensial yang sampai
sekarang belum dapat dibuat preparat sintetis yang setara dengannya.
Di
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said ra, disebutkan bahwa:
“Seseorang mendatangi Nabi saw dan
berkata, ‘Sesungguhnya saudaraku sakit perut.’ Nabi-pun bersabda, ‘Minumilah
madu!’ Kemudian orang itu daang untuk kedua kalinya dan Nabi bersabda,
’Minumilah madu!’ Kemudian orang itu datang untuk ketiga kalinya dan Nabi
bersabda, ‘Minumilah madu!’ Kemudian orang itu mendatangi Nabi untuk keempat
kalinya dan berkata, ’Aku telah melaksanakannya’. Nabi bersabda, ’Benarlah
Allah dan bohonglah perut saudaramu. Minumilah madu!’ Orang itupun memberi
minum madu kepada saudaranya, lalu saudaranya sembuh.” (HR. Bukhari).
Hadits
di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw demikian yakin terhadap kebenaran
khasiat madu untuk pengobatan. Walau dengan tiga kali kegagalan penyembuhan,
Rasulullah saw masih juga menyuruh sahabatnya itu minum madu untuk keempat
kalinya dan ternyata betul sakitnya sembuh.
Prof.
Nikolai Tsitsin dari Rusia melakukan penelitian terhadap rakyat Georgia yang
usia rata-ratanya -banyak yang berusia lebih dari 100 tahun- lebih lama
daripada rakyat Rusia, padahal teknologi rakyat Georgia tertinggal dari Rusia.
Ternyata penduduk Georgia senang beternak lebah madu sehingga konsumsi madu
rakyatnya cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 1600 gr/kapita per tahun. Sebagai
perbandingan, konsumsi rakyat Indonesia hanya 15 gram/kapita per tahun
(Hambali, 2011: 142).
Banyak ayat
Al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al-Qur’an itu sendiri
diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. “Dan
kami menurunkan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
mukmin”.(QS Al-Isra’: 82). Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari
Al-Qur’an yaitu “Asysyifa” yang artinya secara terminologi adalah obat
penyembuh. “Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi
pelajaran dari Tuhan mu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(QS Yunus:57)
Disamping
Al-Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang keindahan
alam semesta yang dapat kita jadikan sumber dari pembuat obat-obatan. “Dengan
(air hujan) itu Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, kurma,
anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)bagi orang-orang yang
berfikir.(QS An-Nahl:11).“Kemudian makanlah dari
segala(macam)buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhan-muyang telah (dimudahkan
bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berfikir”.(QS An-Nahl:69)
Metode Pengobatan Rasulullah
Beberapa metoda pengobatan yang
dilakukan Rasulullah :
Ruqyah
Ruqyah
merupakan salah satu cara pengobatan yang pernah diajarkan malaikat jibril
kepada Nabi Muhammad SAW. Ketika Rasulullah sakit maka datang malaikat jibril
mendekati tubuh beliau,kemudian jibril membacakan salah satu doa sambil
ditiupkan ketubuh Nabi, seketika itu beliau sembuh. Inilah doanya :”Bismillahi
arqiika minkulli syai-in yu’dziika minsyarri kulli nafsin au-ainiasadin Alloohu
yasyfiika bismillahi arqiika”. Ada 3 cara ruqyah yang
dilakukan oleh Nabi :
1.
Nafats
Yaitu membacakan ayat Al-Qur’an atau
doa kemudian di tiupkan pada kedua telapak tangan kemudian di uasapkan
keseluruh badan pasien yang sakit. Dalam suatu riwayat bahwasanya Nabi Muhammad
SAW apabila beliau sakit maka membaca “Al-muawwidzat” yaitu
tiga surat Al-Qur’an yang diawali dengan “A’udzu”
yaitu surat An Naas, Al Falaq, dan Al ikhlas kemudian di tiupkan pada
kedua telapak tangannya lalu diusapkan keseluruh badan.
2.
Air liur yang ditempelkan pada tangan kanannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim :
bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila ada manusia yang tergores kemudian luka,
maka kemudian beliau membaca doa kemudian air liurnya ditempelkan pada tangan
kanannya, lalu di usapkan pada luka orang tersebut. Inilah doa nya: ”Allahumma
robbinnas adzhabilbas isyfi antasy-syafii laa syifa-a illa syifa-uka laa
yughodiru saqoman”.
3.
Meletakkantangan pada salah satu anggota badan.
Nabi Muhammad SAW pernah
memerintahkan Utsman bin Abil Ash yang sedang sakit dengan sabdanya : “letakkanlah
tanganmu pada anggota badan yang sakit kemudian bacalah “Basmalah 3x” dan
“A’udzu bi-izzatillah waqudrotihi minsyarrima ajidu wa uhajiru 7x”.
4.
Doa Mikjizat
Banyak
doa-doa kesembuhan yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat nya,
salah satunya : “Allahumma isyfi abdaka yan-ulaka aduwwan aw yamsyi
laka ila sholaah”.
5.
Dengan Memakai Madu
Sebagaimana menurut
QS An-Nahl:69 bahwa madu Allah jadikan sebagai obat maka Rasulullah menggunakan
madu untuk mengobati salah satu keluarga sahabat yang sedang sakit. Dalam satu
riwayat, ada sahabat yang datang kepaa Rasulullah memberitahukan anaknya sedang
sakit, kemudian Nabi menyuruh meminumkan anaknya madu sambil membaca doa.
6.
Bekam
Berbekam
termasuk pengobatan yang diajarkan Rasulullah SAW, bahkan Rasulullah SAW pernah
melakukan bekam dan memberikan upah kepada tukang bekam. Rasulullah bersabda
: “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian lakukan untuk mengobati
penyakit adalah dengan melakukan bekam”.
Metoda Pengobatan Hukama (Ahli
Hikmah)
Hikmah
adalah kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama. Ahli Hikmah
adalah orang-orang solih yang diberikan oleh Allah ilmu dan karomah sehingga
dia menjadi orang yang berpengetahuan luas untuk memahami rahasia-rahasia
syariat agama. Para ahli hikmah umumnya dijadikan sebagai tabib oleh
kebanyakan orang. “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang dia
kehendaki. Barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi
kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang memiliki akal sehat”.QS Al-Baqarah:269). Beberapa metoda
yang digunakan oleh para ahli hikmah tidaklah berbeda jauh dengan metoda yang
digunakan oleh Rasulullah SAW, karena sebagian besar metoda yang digunakan juga
mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an serta hadist, beberapa metoda yang
digunakan yaitu :
- Ruqyah
Ruqyah yang
diajarka kepada Nabi dan yang dilakukan oleh nabi, lain dengan yang dilakukan
oleh hukama, tetapi doa yang mereka gunakan pengertiannya sama. Paraahli
Hikmah apabila mengobati seseorang dengan cara ruqyah dengan membacakan ayat
Al-Qur’an atau doa kemudian ditiupkan kedalam air yang nantinya air itu di
minum oleh si pasien.
2. Wafaq
Wafaq ialah
ayat Al-Qur’an, Asma Allah, Zikir, atau doa yang ditulis diatas benda seperti
kertas, kain yang dijadikan sebagai media pengobatan atau lainnya oleh para
Ahli Hikmah. Salah satu contoh : wafaq untuk orang yang sakit hati (liver)
ditulis pada gelas putih kemudian diisi air lalu di minumkan. Insya Allah
sembuh. (tulis huruf Ha besar 2 kali dan huruf ‘ain 6 kali).
“Setiap penyakit itu ada obatnya,
jika tepat obatnya maka penyakit akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla”.(HR.Muslim). “Allah
tidak akan menurunkan suatu penyakit melainkan Allah juga menurunkan obatnya”.(HR.Abu
Hurairah).
Keberadaan berbagai penyakit
termasuk sunnah kauniyah yang diciptakan oleh Allah SWT. Penyakit-penyakit itu
merupakan musibah dan ujian yang di tetapkan Allah SWT atas hamba-hamba-Nya.
Dan sesungguhnya pada musibah itu terdapat kemanfaatan bagi kaum mukminin.
Shuhaib Ar-Rumi RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : ”Sungguh
mengagumkan perkara seorang muslim, sehingga seluruh perkaranya adalah
kebaikan. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang
mukmin. Jika ia mendapat kelapangan, ia bersyukur maka yang demikian itu baik
baginya, dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar. Maka yang demikian itu
baik baginya”. (HR.Muslim no.2999). Termasuk keutamaan Allah SWT yang
diberikan kepada kaum mukminin. Dia menjadikan sakit yang menimpa seorang
mukmin sebagai penghapus dosa dan kesalahan mereka. Sebagaimana tersebut dalam
hadist : Abdullah bin Masud RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah
seorang muslim ditimpa gangguan berupa sakit atau lainnya, melainkan Allah
menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya”.(HR.Bukhari no.5661 dan Muslim no.5678). Ketika memungkinkan
mengkonsumsi obat yang sederhana maka jangan beralih memakai obat yang
kompleks. Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan
pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan. Ibnul Qayyim
berkata : “ berpalingnya manusia dari pengobatan nubuwwah seperti halnya
berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur’an, yang merupakan obat
bermanfaat.(Ath-thibbun Nabawi hal.6, 29).
Dengan demikian, sudah sepantasnya
seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah bukan hanya sekedar sebagai
pengobatan alternatif. Namun menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama,
karena kepastiannya datang dari Allah SWT. Namun tentunya berkaitan dengan
kesembuhan suatu penyakit, seorang hambatidak boleh bersandar semata dengan
pengobatan tertentu, dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan
penyakitnya. Namun seharusnya ia bersandar dan berantung kepada Dzat yang
memberikan penyakit dan yang menurunkan obatnya sekaligus yaitu Allah SWT.
Sungguh tidak ada yang dapat memberikan kesembuhan kecuali Allah SWT semata.
Karna itulah Nabi Ibrahim memuji Rabbnya : “Dan apabila aku sakit, Dia
lah yang meyembuhkan ku”.( QS Asy-Syu’ara’: 80).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Muslim
yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada muslim yang lemah,
meskipun pada keduanya ada kebaikan. Jagalah segala yang bermanfaat bagimu.
Selalulah mohon pertolongan pada Allah dan jangan engkau lemah. Jika suatu
musibah menimpamu, jangan engkau berkata;”..andai saja dulu aku begini, pasti
jadinya akan begini dan begitu”, tapi katakanlah; “Sudah menjadi ketentuan
Allah, apapun yang Allah mau pasti terjadi” sebab berandai-andai itu membuka
pintu perbuatan syaitan” (HR. Muslim)
Hadits di atas secara tersirat menyatakan bahwa jika kita ingin menjadi muslim yang baik dan ingin dicintai Allah maka lakukan upaya-upaya yang menjadikan kita kuat fisik (juga kuat mental, sosial, dan finansial), yang dapat mencegah kita dari serangan penyakit yang dapat menjadikan kita lemah. Inilah pesan yang seharusnya dapat memotivasi kita untuk perduli terhadap kesehatan kita. Islam bukan hanya memerintahkan agar kita menjaga kesehatan, lebih dari itu Islam memberikan penghargaan bagi mereka yang berbuat untuk menjadi kuat, penghargaan itu berupa cinta dari Allah.
Hadits di atas secara tersirat menyatakan bahwa jika kita ingin menjadi muslim yang baik dan ingin dicintai Allah maka lakukan upaya-upaya yang menjadikan kita kuat fisik (juga kuat mental, sosial, dan finansial), yang dapat mencegah kita dari serangan penyakit yang dapat menjadikan kita lemah. Inilah pesan yang seharusnya dapat memotivasi kita untuk perduli terhadap kesehatan kita. Islam bukan hanya memerintahkan agar kita menjaga kesehatan, lebih dari itu Islam memberikan penghargaan bagi mereka yang berbuat untuk menjadi kuat, penghargaan itu berupa cinta dari Allah.
Namun
demikian untuk memperoleh fisik yang kuat dan sehat, tetap ada rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar. Agar tidak terjadi tujuan menghalalkan cara yang
berakibat lemahnya mental kita. Bayangkan jika ada seorang yang sehat dan kuat
fisiknya tapi rapuh dan lemah mentalnya tentu akan menjadi problem tersendiri
nantinya. Islam berharap kita dapat menyeimbangkan segala kekuatan yang ada,
sehingga akan menjadi sebuah potensi yang luar biasa dan dapat memberi manfaat
dan kebaikan bagi orang dan lingkungan di sekitar kita.
Akhirnya
semoga kita Allah memudahkan jalan bagi kita untuk melaksanakan segenap ajaran
agama-nya dan menjadikan kita muslim yang senantiasa dapat mengambil hikmah dan
pelajaran dari semua kejadian. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Harari,
Muhammad al-Amin. Tafsir
Hadaiq ar-Rauh war-Raihan. Makkah: Dar Thouq wan-Najah. tt.
Al-Maraghi,
Ahmad Musthofa. Tafsir
al-Maroghi. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.tt.
Chaerunissa,
Anis Yohana, et.al. Farmasetika
Dasar. Bandung: Widya Padjadjaran. 2009.
Hambali,
Iftachul’ain. Islamic Pineal
Therapy. Jakarta: Prestasi.
2011.
Jamaluddin
dan Mubasyir. Al-Qur’an
Bertutur tentang Makanan dan Obat-Obatan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2006.
Raqith,
Hamad Hasan.Hidup Sehat Cara Islam. Bandung:
Penerbit Jembar. 2007.
0 komentar:
Posting Komentar